Rabu, 07 Maret 2018

Belajar Mengampuni

Akhir-akhir ini saya banyak berpikir tentang bagaimana cara saya bisa mengampuni setiap kesalahan yang sudah seseorang lakukan kepada saya di masa lalu. Ketika kami memutuskan untuk kembali membangun hubungan yang lebih baik, saya mengira bahwa saya sudah mengampuni orang tersebut, dan saya bisa menerima semua hal yang menyakitkan di masa lalu.

Tetapi, seiring berjalannya waktu, saya mulai merasa bahwa luka yang ada di dalam hati saya tidak sepenuhnya pulih, bahkan saya masih merasa bahwa luka itu masih sangat sakit, belum kering sepenuhnya.

Nafas saya menjadi sesak ketika kembali mengingat semuanya, dada saya terasa sakit, dan terkadang air mata saya kembali menetes ketika mengingat bagaimana sakitnya hati saya saat itu.

Kemudian saya membaca sebuah buku karyanya Bapak Julianto Simanjuntak dengan istrinya yang berjudul "Mencinta Hingga Terluka", awalnya saya mengira bahwa buku ini akan banyak berbicara mengenai bagaimana kita menghadapi perasaan cinta kita yang tidak berbalas sama, tetapi ternyata di dalam buku ini Bapak Julianto lebih banyak bercerita bagaimana kita harus mengampuni semua hal yang menyakitkan hati kita.

Hal ini meyakinkan saya bahwa memang mengampuni merupakan hal yang sulit dilakukan, karena mengampuni bukan hanya sekedar kita berkata kepada mereka "Yaa, saya memaafkan semuanya" atau "Iyaa, tidak apa-apa". Mengampuni lebih dari itu semua.

Kebanyakan orang berpikir bahwa mengampuni lebih mirip dengan melupakan masalah tersebut, mengabaikannya, dan berpura-pura bahwa semua itu tidak pernah terjadi atau berpikir bahwa semuanya baik-baik saja.

No, mengampuni tidak seperti itu, mengampuni berbeda dengan melupakan. Karena kita tidak mungkin bisa melupakan kekecewaan, trauma, dan sakit hati yang kita rasakan atas kejadian tersebut.

Mengampuni adalah kondisi dimana kita mau menerima, memberi kesempatan untuk kembali membangun sesuatu yang sudah rusak sebelumnya tanpa ada rasa dendam atau kemarahan di dalamnya.

Kita akan tetap mengingat kejadian dan semua luka yang kita rasakan dulu, tetapi yang membuatnya berbeda adalah ketika kita sudah bisa mengampuni, sudah tidak ada lagi rasa dendam, rasa marah, rasa sedih, dan rasa kecewa yang kita rasakan ketika mengingat kejadian-kejadian di masa lalu.

Bapak Julianto menegaskan bahwa mengampuni bukan masalah seberapa besar luka yang kita rasakan, tetapi seberapa besar cinta yang kita miliki untuk menjalani luka itu. Dalam artian lain bahwa seberapa besar rasa cinta atau kasih yang kita miliki terhadap orang yang melukai kita. Kalau cintanya kecil, luka kecil pun akan menjadi masalah besar.  Tetapi, kalau ia berjiwa besar  dan memiliki cinta yang besar juga, maka dia lebih kuat menanggung luka hati yang ia terima dari orang lain.  Dan sesungguhnya luka yang paling sering kita derita adalah luka yang dibuat oleh orang-orang yang dekat dengan kita, yang pernah berinteraksi secara intensif dengan kita, seperti istri, suami, ayah, ibu, kakak, adik, dsb.

Bapak Julianto menuliskan bahwa terluka itu indah, hari ini kau tangisi, esok lusa akan membuatmu tersenyum karena luka setelah sembuh akan membuat kita siap dengan luka baru.

Yahh, semua luka di masa lalu saya akhirnya membuat saya terbiasa, saya tidak lagi takut merasakan luka karena sudah pernah merasakan sakitnya bagaimana. Saya menjadi lebih siap, sekalipun saya harus menangis, tetapi air mata saya tidak akan sebanyak dulu lagi.

Saya masih dalam proses pemulihan, saya masih belajar mengampuni, saya berusaha memulihkan luka saya dengan kembali memberi kesempatan kepada dia untuk memulai sesuatu yang lebih baik dalam hubungan kami. Saya membuka hati saya, agar Tuhan yang memberikan kekuatan dan kasih di dalam hati saya untuk mampu mengampuni dan memulihkan luka hati saya.

"Mengampuni adalah seperti bunga yang memberikan keharumannya kepada orang yang menginjaknya."

Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar